KERAJAAN KEDIRI
Kerajaan
Kediri adalah sebuah kerajaan besar di Jawa Timur yang berdiri pada abad ke-12.
Kerajaan ini merupakan bagian dari Kerajaan Mataram Kuno. Pusat kerajaanya
terletak di tepi Sungai Brantas yang pada masa itu telah menjadi jalur pelayaran
yang ramai.
Berdirinya
Kerajaan Kediri
Pada tahun 1041 atau 963 M Raja
Airlangga memerintahkan membagi kerajaan menjadi dua bagian. Pembagian
kerajaan tersebut dilakukan oleh seorang Brahmana yang terkenal akan
kesaktiannya yaitu Mpu Bharada. Kedua kerajaan tersebut dikenal dengan
Kahuripan menjadi Jenggala (Kahuripan) dan Panjalu (Kediri) yang dibatasi oleh
gunung Kawi dan sungai Brantas dikisahkan dalam prasasti Mahaksubya (1289 M),
kitab Negarakertagama (1365 M), dan kitab Calon Arang (1540 M). Tujuan
pembagian kerajaan menjadi dua agar tidak terjadi pertikaian.
Kerajaan Jenggala meliputi daerah
Malang dan delta sungai Brantas dengan pelabuhannya Surabaya, Rembang, dan
Pasuruhan, ibu kotanya Kahuripan, sedangkan Panjalu kemudian dikenal dengan nama
Kediri meliputi Kediri, Madiun, dan ibu kotanya Daha. Berdasarkan
prasasti-prasasti yang ditemukan masing-masing kerajaan saling merasa berhak
atas seluruh tahta Airlangga sehingga terjadilah peperangan.
Pada akhir November 1042, Airlangga
terpaksa membelah wilayah kerajaannya karena kedua putranya bersaing
memperebutkan takhta.Putra yang bernama Sri
Samarawijaya mendapatkan kerajaan barat bernama Panjalu yang berpusat di kota
baru, yaitu Daha. Sedangkan putra yang bernama Mapanji Garasakan mendapatkan
kerajaan timur bernama Janggala yang berpusat di kota lama, yaitu Kahuripan.
Panjalu dapat dikuasai Jenggala dan diabadikanlah nama Raja Mapanji Garasakan
(1042 – 1052 M) dalam prasasti Malenga. Ia tetap memakai lambang Kerajaan
Airlangga, yaitu Garuda Mukha. Pada awalnya perang saudara tersebut,
dimenangkan oleh Jenggala tetapi pada perkembangan selanjutnya Panjalu/Kediri
yang memenangkan peperangan dan menguasai seluruh tahta Airlangga. Dengan
demikian di Jawa Timur berdirilah kerajaan Kediri dimana bukti-bukti yang
menjelaskan kerajaan tersebut, selain ditemukannya prasasti-prasasti juga
melalui kitab-kitab sastra. Dan yang banyak menjelaskan tentang kerajaan Kediri
adalah hasil karya berupa kitab sastra. Hasil karya sastra tersebut adalah
kitab Kakawin Bharatayudha yang ditulis Mpu Sedah dan Mpu Panuluh yang
menceritakan tentang kemenangan Kediri/Panjalu atas Jenggala.
Perkembangan
Kerajaan Kediri
Dalam
perkembangannya Kerajaan Kediri yang beribukota Daha tumbuh menjadi besar,
sedangkan Kerajaan Jenggala semakin tenggelam. Diduga Kerajaan Jenggala
ditaklukkan oleh Kediri. Kejayaan Kerajaan Kediri sempat jatuh ketika Raja
Kertajaya (1185-1222) berselisih dengan golongan pendeta. Keadaan ini
dimanfaatkan oleh Akuwu Tumapel Tunggul Ametung.
Namun kemudian kedudukannya direbut
oleh Ken Arok. Diatas bekas Kerajaan Kediri inilah Ken Arok kemudian mendirikan
Kerajaan Singasari, dan Kediri berada di bawah kekuasaan Singasari. Ketika
Singasari berada di bawah pemerintahan Kertanegara (1268 – 1292), terjadilah pergolakan
di dalam kerajaan. Jayakatwang, raja Kediri yang selama ini tunduk kepada
Singasari bergabung dengan Bupati Sumenep (Madura) untuk menjatuhkan
Kertanegara. Akhirnya pada tahun 1292 Jayakatwang berhasil mengalahkan
Kertanegara dan membangun kembali kejayaan Kerajaan Kediri.
Perkembangan
politik kerajaan Kediri
Mapanji
Garasakan memerintah tidak lama. Ia digantikan Raja Mapanji Alanjung (1052 –
1059 M). Mapanji Alanjung kemudian diganti lagi oleh Sri Maharaja Samarotsaha.
Pertempuran yang terus menerus antara Jenggala dan Panjalu menyebabkan selama
60 tahun tidak ada berita yang jelas mengenai kedua kerajaan tersebut hingga
munculnya nama Raja Bameswara (1116 – 1135 M) dari Kediri.Pada masa itu ibu
kota Panjalu telah dipindahkan dari Daha ke Kediri sehingga kerajaan ini lebih
dikenal dengan nama Kerajaan Kediri. Raja Bameswara menggunakan lencana
kerajaan berupa tengkorak bertaring di atas bulan sabit yang biasa disebut
Candrakapala. Setelah Bameswara turun takhta, ia digantikan Jayabaya yang
dalam masa pemerintahannya itu berhasil mengalahkan Jenggala.
Pada tahun 1019 M Airlangga dinobatkan
menjadi raja Medang Kamulan. Airlangga berusaha memulihkan kembali kewibawaan
Medang Kamulan, setelah kewibawaan kerajaan berahasil dipulihkan, Airlangga
memindahkan pusat pemerintahan dari Medang Kamulan ke Kahuripan. Berkat jerih
payahnya, Medang Kamulan mencapai kejayaan dan kemakmuran. Menjelang akhir
hayatnya, Airlangga memutuskan untuk mundur dari pemerintahan dan menjadi
pertapa dengan sebutan Resi Gentayu. Airlangga meninggal pada tahun 1049 M.
Pewaris tahta kerajaan Medang Kamulan
seharusnya seorang putri yaitu Sri Sanggramawijaya yang lahir dari seorang
permaisuri. Namun karena memilih menjadi pertapa, tahta beralih pada putra
Airlangga yang lahir dari selir. Untuk menghindari perang saudara, Medang
Kamulan dibagi menjadi dua yaitu kerajaan Jenggala dengan ibu kota Kahuripan,
dan kerajaan Kediri (Panjalu) dengan ibu kota Dhaha. Tetapi upaya tersebut
mengalami kegagalan. Hal ini dapat terlihat hingga abad ke 12, dimana Kediri
tetap menjadi kerajaan yang subur dan makmur namun tetap tidak damai sepenuhnya
dikarenakan dibayang- bayangi Jenggala yang berada dalam posisi yang lebih
lemah. Hal itu menjadikan suasana gelap, penuh kemunafikan dan pembunuhan berlangsung
terhadap pangeran dan raja – raja antar kedua negara. Namun perseteruan ini
berakhir dengan kekalahan jenggala, kerajaan kembali dipersatukandi bawah
kekuasaan Kediri.
Kehidupan Politik Masyarakat Kediri
v
Hubungan antara raja dan pejabat menengah kerajaan dapat bersifat langsung
v
Kalangan intelektual dari kalangan brahma diundang untuk ikut serta dalam
pemerintahan
v
Organisasi meliter diperkuat. Tindakan ini dilakukan untuk memenangkan
persaingan melawan Ganggak dan menciptakan keamanan
v
Pengaturan penyaluran air dimedernisasikan untuk meningkatkan ekonomi
SISTEM
PEMERINTAHAN KERAJAAN KEDIRI
Sistem
pemerintahan kerajaan Kediri terjadi beberapa kali pergantian kekuasaan, adapun
raja – raja yang pernah berkuasa pada masa kerajaan Kediri adalah:
Shri
Jayawarsa Digjaya Shastraprabhu
Jayawarsa adalah raja pertama kerajaan Kediri
dengan prasastinya yang berangka tahun 1104. Ia menamakan dirinya sebagai
titisan Wisnu.
Kameshwara
Raja
ke dua kerajaan Kediri yang bergelar Sri Maharajarake Sirikan Shri Kameshwara
Sakalabhuwanatushtikarana Sarwwaniwaryyawiryya Parakrama Digjayottunggadewa,
yang lebih dikenal sebagai kameshwara I (1115 – 1130). Lancana kerajaanya
adalah tengkorak yang bertaring disebut Candrakapala. Dalam masa
pemerintahannya Mpu Darmaja telah mengubah kitab samaradana. Dalam kitab ini
sang raja di puji–puji sebagai titisan dewa Kama, dan ibukotanya yang
keindahannya dikagumi seluruh dunia bernama Dahana. Permaisurinya bernama Shri
Kirana, yang berasal dari Janggala.
Jayabaya
Raja
kediri ketiga yang bergelar Shri Maharaja Shri Kroncarryadipa
Handabhuwanapalaka Parakramanindita Digjayotunggadewanama Shri Gandra. Dengan
prasatinya pada tahun 1181. Raja Kediri paling terkenal adalah Prabu Jayabaya,
di bawah pemerintahannya Kediri mencapai kejayaan. Keahlian sebagai pemimpin
politik yang ulung Jayabaya termasyur dengan ramalannya. Ramalan–ramalan itu
dikumpulkan dalam satu kitab yang berjudul jongko Joyoboyo. Dukungan spiritual
dan material dari Prabu Jayabaya dan hal budaya dan kesusastraan tidak
tanggung–tanggung. Sikap merakyat dan visinya yang jauh kedepan menjadikan
prabu Jayabaya layak dikenang.
Prabu
Sarwaswera
Sebagai
raja yang taat beragama dan budaya, prabu Sarwaswera memegang teguh prinsip tat
wam asi yang artinya Dikaulah itu, dikaulah (semua) itu, semua makhluk
adalah engkau. Tujuan hidup manusia menurut prabu Sarwaswera yang terakhir
adalah mooksa, yaitu pemanunggalan jiwatma dengan paramatma. Jalan yang benar
adalah sesuatu yang menuju kearah kesatuan, segala sesuatu yang menghalangi
kesatuan adalah tidak benar.
Prabu
Kroncharyadipa
Namanya
yang berarti beteng kebenaran, sang prabu memang senantiasa berbuat adil pada
masyarakatnya. Sebagai plemeluk agama yang taat mengendalikan diri dari
pemerintahannya dengan prinsip, sad kama murka, yakni enam macam musuh dalam
diri manusia. Keenam itu adalah kroda (marah), moha (kebingungan), kama (hawa
nafsu), loba (rakus),mada (mabuk), matsarya (iri hati).
Srengga
Kertajaya
Srengga
Kertajaya tak henti–hentinya bekerja keras demi bangsa negaranya. Masyarakat
yang aman dan tentram sangat dia harapkan. Prinsip kesucian prabu Srengga
menurut para dalang wayang dilukiskan oleh prapanca.
Pemerintahan
Kertajaya
Raja
terakhir pada masa Kediri. Kertajaya raja yang mulia serta sangat peduli dengan
rakyat. Kertajaya dikenal dengan catur marganya yang berarti empat jalan yaitu
darma, arta, kama, moksa.
Kehidupan
sosial masyarakat kerajaan Kediri
Kehidupan
sosial masyarakat Kediri cukup baik karena kesejahteraan rakyat meningkat
masyarakat hidup tenang, hal ini terlihat dari rumah-rumah rakyatnya yang baik,
bersih, dan rapi, dan berlantai ubin yang berwarna kuning, dan hijau serta
orang-orang Kediri telah memakai kain sampai di bawah lutut. Dengan kehidupan
masyarakatnya yang aman dan damai maka seni dapat berkembang antara lain
kesusastraan yang paling maju adalah seni sastra. Hal ini terlihat dari
banyaknya hasil sastra yang dapat Anda ketahui sampai sekarang.
Hasil
sastra tersebut, selain seperti yang telah dijelaskan pada uraian materi
sebelumnya juga masih banyak kitab sastra yang lain yaitu seperti kitab
Hariwangsa dan Gatotkacasraya yang ditulis Mpu Panuluh pada masa Jayabaya,
kitab Simaradahana karya Mpu Darmaja, kitab Lubdaka dan Wertasancaya karya Mpu
Tan Akung, kitab Kresnayana karya Mpu Triguna dan kitab Sumanasantaka karya Mpu
Monaguna. Semuanya itu dihasilkan pada masa pemerintahan Kameswara.
Penemuan
Situs Tondowongso pada awal tahun 2007, yang diyakini sebagai peninggalan
Kerajaan Kadiri diharapkan dapat membantu memberikan lebih banyak informasi
tentang kerajaan tersebut. Beberapa arca kuno peninggalan Kerajaan Kediri. Arca
yang ditemukan di desa Gayam, Kediri itu tergolong langka karena untuk pertama
kalinya ditemukan patung Dewa Syiwa Catur Muka atau bermuka empat.
Kehidupan
sosial kemasyarakatan pada zaman Kerajaan Kediri dapat kita lihat dalam kitab
Ling-Wai-Tai-Ta yang disusun oleh Chou Ku-Fei pada tahun 1178 M. Kitab
tersebut menyatakan bahwa masyarakat Kediri memakai kain sampai bawah lutut dan
rambutnya diurai. Rumah-rumahnya rata-rata sangat bersih dan rapi. Lantainya
dibuat dari ubin yang berwarna kuning dan hijau. Pemerintahannya sangat
memerhatikan keadaan rakyatnya sehingga pertanian, peternakan, dan perdagangan
mengalami kemajuan yang cukup pesat.
Golongan-golongan
dalam masyarakat Kediri dibedakan menjadi tiga berdasarkan kedudukan dalam
pemerintahan kerajaan:
§ Golongan masyarakat pusat (kerajaan),
yaitu
masyarakat yang terdapat dalam lingkungan raja dan beberapa kaum
kerabatnya serta kelompok pelayannya.
§ Golongan masyarakat thani (daerah),
yaitu
golongan masyarakat yang terdiri atas para pejabat atau petugas pemerintahan di
wilayah thani (daerah).
§ Golongan masyarakat non pemerintah,
yaitu
golongan masyarakat yang tidak mempunyai kedudukan dan hubungan dengan
pemerintah secara resmi atau masyarakat wiraswasta. Kediri memiliki 300 lebih
pejabat yang bertugas mengurus dan mencatat semua penghasilan kerajaan. Di
samping itu, ada 1.000 pegawai rendahan yang bertugas mengurusi benteng dan
parit kota, perbendaharaan kerajaan, dan gedung persediaan makanan.
Kondisi
Ekonomi pada Jaman Kerajaan Kadiri
Perekonomian
Kediri bersumber atas usaha perdagangan, peternakan, dan pertanian. Kediri
terkenal sebagai penghasil beras, kapas dan ulat sutra. Dengan demikian
dipandang dari aspek ekonomi, kerajaan Kediri cukup makmur. Hal ini terlihat
dari kemampuan kerajaan memberikan penghasilan tetap kepada para pegawainya
dibayar dengan hasil bumi. Keterangan ini diperoleh berdasarkan kitab
Chi-Fan-Chi dan kitab Ling-wai-tai-ta.
Kehidupan
Ekonomi Masyarakat Kediri
Kehidupan
ekonomi kerajaan Kediri bersumber pada usaha pertanian, peternakan, dan
perdagangan. Penduduk kerajaan Kediri menanam kapas dan memelihara ulat sutera.
Hasil pertanian utamanya adalah berupa beras.
Karya
Sastra dan Prasasti pada Jaman Kerajaan Kadiri
Prasasti
pada Jaman Kerajaan Kadiri diantaranya yaitu:
·
Prasasti
Banjaran yang
berangka tahun 1052 M menjelaskan kemenangan Panjalu atau Kadiri atas Jenggala
·
Prasasti
Hantang tahun 1135 atau
1052 M menjelaskan Panjalu atau Kadiri pada masa Raja Jayabaya.Pada prasasti ini terdapat semboyan Panjalu
Jayati yang artinya Kadiri Menang.Prasasti ini di keluarkan sebagai piagam
pengesahan anugerah untuk penduduk Desa Ngantang yang setia pada Kadiri selama
perang dengan Jenggala.Dan dari Prasasti
tersebut dapat di ketahui kalau Raja Jayabhaya adalah raja yang berhasil
mengalahkan Janggala dan mempersatukannya kembali dengan Kadiri.
·
Prasasti
Jepun 1144 M
·
Prasasti
Talan 1136 M Seni
sastra juga mendapat banyak perhatian pada zaman Kerajaan Kadiri. Pada tahun
1157 Kakawin Bharatayuddha ditulis oleh Mpu Sedah dan diselesaikan Mpu Panuluh.
Kitab ini bersumber dari Mahabharata yang berisi kemenangan Pandawa atas
Korawa, sebagai kiasan, kemenangan.
Seni
sastra mendapat banyak perhatian pada zaman Kerajaan Panjalu-Kadiri. Pada tahun
1157 Kakawin Bharatayuddha ditulis oleh Mpu Sedah dan diselesaikan Mpu Panuluh.
Kitab ini bersumber dari Mahabharata yang berisi kemenangan Pandawa atas
Korawa, sebagai kiasan kemenangan Sri Jayabhaya atas Janggala.
Selain
itu, Mpu Panuluh juga menulis Kakawin Hariwangsa dan Ghatotkachasraya. Terdapat
pula pujangga zaman pemerintahan Sri Kameswara bernama Mpu Dharmaja yang menulis
Kakawin Smaradahana. Kemudian pada zaman pemerintahan Kertajaya terdapat
pujangga bernama Mpu Monaguna yang menulis Sumanasantaka dan Mpu Triguna yang
menulis Kresnayana.
Di
samping kitab sastra maupun prasasti tersebut di atas, juga ditemukan berita
Cina yang banyak memberikan gambaran tentang kehidupan masyarakat dan
pemerintahan Kediri yang tidak ditemukan dari sumber yang lain. Berita Cina
tersebut disusun melalui kitab yang berjudul Ling-mai-tai-ta yang ditulis oleh
Cho-ku-Fei tahun 1178 M dan kitab Chu-Fan-Chi yang ditulis oleh Chau-Ju-Kua
tahun 1225 M. Dengan demikian melalui prasasti, kitab sastra maupun kitab yang
ditulis orang-orang Cina tersebut perkembangan Kediri.
Runtuhnya
Kediri
Runtuhnya
kerajaan Kediri dikarenakan pada masa pemerintahan Kertajaya , terjadi
pertentangan dengan kaum Brahmana. Mereka menggangap Kertajaya telah melanggar
agama dan memaksa meyembahnya sebagai dewa. Kemudian kaum Brahmana meminta
perlindungan Ken Arok , akuwu Tumapel. Perseteruan memuncak menjadi pertempuran
di desa Ganter, pada tahun 1222 M. Dalam pertempuarn itu Ken Arok dapat
mengalahkan Kertajaya, pada masa itu menandai berakhirnya kerajaan Kediri.
Setelah
berhasil mengalahkan Kertanegara, Kerajaan Kediri bangkit kembali di bawah
pemerintahan Jayakatwang. Salah seorang pemimpin pasukan Singasari, Raden
Wijaya, berhasil meloloskan diri ke Madura. Karena perilakunya yang baik,
Jayakatwang memperbolehkan Raden Wijaya untuk membuka Hutan Tarik sebagai
daerah tempat tinggalnya. Pada tahun 1293, datang tentara Mongol yang dikirim
oleh Kaisar Kubilai Khan untuk membalas dendam terhadap Kertanegara. Keadaan
ini dimanfaatkan Raden Wijaya untuk menyerang Jayakatwang. Ia bekerjasama
dengan tentara Mongol dan pasukan Madura di bawah pimpinan Arya Wiraraja untuk
menggempur Kediri. Dalam perang tersebut pasukan Jayakatwang mudah dikalahkan.
Setelah itu tidak ada lagi berita tentang Kerajaan Kediri.
Kitab-kitab
yang terdapat pada Kerajaan Kediri :
a.
Kitab Arjuna Wiwaha
Penulis
: Mpu Kanwa (abad ke-10 M)
Judul
: Arjuna Wiwaha
Isi
: Kakimpoi ini menceritakan sang Arjuna ketika ia
bertapa di gunung Mahameru. Lalu ia diuji oleh para Dewa, dengan dikirim tujuh
bidadari. Bidadari ini diperintahkan untuk menggodanya. Nama bidadari yang
terkenal adalah Dewi Supraba dan Tilottama. Para bidadari tidak berhasil
menggoda Arjuna, maka Batara Indra datang sendiri menyamar menjadi seorang
brahmana tua. Mereka berdiskusi soal agama dan Indra menyatakan jati dirinya
dan pergi. Lalu setelah itu ada seekor babi yang datang mengamuk dan Arjuna
memanahnya. Tetapi pada saat yang bersamaan ada seorang pemburu tua yang datang
dan juga memanahnya. Ternyata pemburu ini adalah batara Siwa. Setelah itu
Arjuna diberi tugas untuk membunuh Niwatakawaca, seorang raksasa yang
mengganggu kahyangan. Arjuna berhasil dalam tugasnya dan diberi anugerah boleh
mengawini tujuh bidadari ini.
b.
Kitab Bharatayudha
Penulis
: Mpu Sedah dan Mpu Panuluh (abad ke-12 M)
Judul
: Bharatayudha
Isi
: Mencerutakan perang saudara 18 hari antara keluarga
Pandhawa dan Kurawa. Kitab ini menurut banyak ahli sejarah sebenarnya gambaran
Kediri semasa perang saudara Pangjalu dan Daha yang rebutan kekuasaan antara
kakak-adik yang terdpat pada prasasti Ngantang. Kisah Kakimpoi Bharatayuddha
kemudian diadaptasi ke dalam bahasa Jawa Baru dengan judul Serat Bratayuda oleh
pujangga Yasadipura I pada zaman Kasunanan Surakarta.
c.
Kitab Simaradahana
Penulis
: Mpu Darmaja
Judul
: Simaradahana
Isi
: Mengisahkan hilangnya suami istri, Dewa Kama dan Dewi
Ratih, karena api yang keluar dari mata ketiga Dewa Syiwa. Kama dan Ratih
menjelma menjadi manusia dan mengembara di dunia untuk menggoda manusia. Kitab
itu dikarang oleh Mpu Dharmaja pada masa Sri Kameswara yang dalam Smaradahana
dianggap sebagai titisan Dewa Kama. istriSri kameswara yang bernama Sri Kirana
yang sangat cantik, dianggap sebagai titisan Dewi Ratih. Sri Kirana adalah
putri kerajaan Janggala. Sri Kameswara dalamkesusastraan Jawa disebut panji Inu
Kertapati atau Panji Kudawanengpati. Sri Kirana yang disebut juga candrakirana
merupakan dasar cerita Panji.
d.
Kitab Krisnaya
Penulis
: MpuTriguna (abad ke-5 M)
Judul
: Krisnaya
Isi
: Dewi Rukmini, putri prabu Bismaka di negeri Kundina,
sudah dijodohkan dengan Suniti, raja negerei Cedi. Tetapi ibu Rukmini, Dewi
Pretukirti lebih suka jika putrinya menikah dengan Kresna. Maka karena hari
besar sudah hampir tiba, lalu Suniti dan Jarasanda, pamannya, sama-sama datang
di Kundina. Pretukirti dan Rukmini diam-diam memberi tahu Kresna supaya datang
secepatnya. Kemudian Rukmini dan Kresna diam-diam melarikan diri. Mereka
dikejar oleh Suniti, Jarasanda dan Rukma, adik Rukmini, beserta para bala
tentara mereka. Kresna berhasil membunuh semuanya dan hampir membunuh Rukma
namun dicegah oleh Rukmini. Kemudian mereka pergi ke Dwarawati dan
melangsungkan pesta pernikahan.
e.
Kitab Hariwangsa
Penulis
: Mpu Panuluh
Judul
: Hariwangsa
Isi
: Menceritakan asal-usul Kresna
(Krishna), sepupu Pandawa yang menjadi penasehat Pandawa dalam perang
Bharatayudha. Kresna pula yang menyemangati Arjuna yang patah semangat untuk
berperang melawan Kurawa karena ia harus berhadapan dan membunuh guru, leluhur,
dan sanak-saudaranya sendiri.
f.
Kitab Gatutkacasraya
Penulis
: Mpu
Panuluh
Judul
: Gatutkacasraya
Isi
: Menceritakan perkawinan Abimayu, putra Arjuna dengan Siti Sundari atas bantuan
Gataotkaca, puta Bima.
g.
Kitab Mahabrata
Penulis
: Resi Wiyasa
Judul
: Mahabrata
Isi
: Menceritakan pertikaian antara keturunan Raja Bharata dari Hastinapura,
yakni Pandawa sebagai pihak kebaikan melawan pihak Kurawa sebagai pihak
kebatilan. Pandawa (lima bersaudara) dan Kurawa (seratus bersaudara: 99
laki-laki, 1 wanita) adalah saudara sepupu dari garis ayah.Peperangan antara
mereka dikenal dengan Bharatayudha (Peperangan antara keturunan Bharata), yang
berlangsung di lapang Kurusetra dan dimenangkan pihak Pandawa. Meski menang,
banyak saudara dan raja pembantu dari Pandawa yang gugur dalam perang.
h.
Kitab Lubdaka dan Kitab Warasancaya
Penulis
: Mpu Tan Akung (abad ke-11 M)
Judul
: Lubdaka dan Warasancaya
Isi
: Menceritakan seseorang yang bernama Lubdaka yang
dilukiskan sebagai pemburu yang tentu saja gemar membunuh binatang-binatang
buruan di hutan. Pada suatu hari, ia tidak dapat binatang buruan, kemudian kemalaman
dan dia naik pohon maja. Karena takut terjatuh dan akan menjadi santapan
binatang buas (padahal binatangnya tidak ada) ia memetik daun maja dan
dijatuhkannya ke tanah. Maksudnya supaya bisa ia bisa menahan kantuk. Sebagai
tanda terima kasih dewa Syiwa kemudian mengijinkan Lubdaka masuk kedalam taman
sorga dan dosa-dosanya di ampuni. Cerita ini merupakan saduran dari mitologi
India yang bertalian dengan upacara kegamaan Shiwaratri yang pada jaman
majapahit sudah
i.
Kitab Ling Way Taita
Penulis
: Chou Ku Fei (1178 M)
Judul
: Ling Way Taita
Isi
: Berisi kehidupan tata pemerintahan dan keadaan di istanaatau benteng
pada masa kerajaan kediri.
j.
Kitab Chu Fang Chi
Penulis
: Chau Ju
Kua (1225 M)
Judul
: Chu Fang Chi
Isi
: Menceritakan bahwa Asia Tenggara tumbuh dua kerajaan besar dan kaya yaitu
Jawa dan Sriwijaya. Kitab ini juga menceritakan keadaan tanah jajahan dan sifat
rakyat kedua negara itu.
Raja-raja
di Kerajaan Kediri :
1. Raja Sri Jayawarsa
Hanya
dapat diketahui dari prasasti Sirah Keting (1104 M). Pada masa pemerintahannya
Raja Jayawarsa memberikan hadiah kepada rakyat desa sebagai tanda penghargaan,
karena rakyat telah berjasa kepada Raja. Dari prasasti itu diketahui Raja
Jayawarsa sangat besar perhatiannya kepada masyarakat (rakyat) dan berupaya
meningkatkan kesejahteraan rakyatnya.
2.
Raja
Bameswara (1117M)
Banyak
meninggalkan Prasasti seperti yang ditemukan didaerah Tulung Agung dan Kertosono.
Prasasti seperti yang ditemukan itu lebih banyak memuat masalah-masalah
keagamaan sehigga sangat baik diketahui keadaan pemerintahannya.
3.
Raja
Jayabaya (1135-1157M)
Kerajaan
Kediri mengalami masa keemasan ketika diperintah oleh Prabu Jayabaya. Sukses
gemilang Kerajaan Kediri didukung oleh tampilnya cendekiawan terkemuka Empu
Sedah, Panuluh, Darmaja, Triguna dan Manoguna. Mereka adalah jalma sulaksana,
manusia paripurna yang telah memperoleh derajat oboring jagad raya. Di bawah
kepemimpinan Prabu Jayabaya, Kerajaan Kediri mencapai puncak peradaban terbukti
dengan lahirnya kitab-kitab hukum dan kenegaraan sebagaimana terhimpun dalam
kakawin Baratayuda, Gathutkacasraya, dan Hariwangsa yang hingga kini merupakan
warisan ruhani bermutu tinggi.
Strategi
kepemimpinan Prabu Jayabaya dalam memakmurkan rakyatnya memang sangat
mengagumkan (Gonda, 1925 : 111). Kerajaan yang beribukota di Dahono Puro bawah
kaki Gunung Kelud ini tanahnya amat subur, sehingga segala macam tanaman tumbuh
menghijau. Pertanian dan perkebunan hasilnya berlimpah ruah. Di tengah kota
membelah aliran sungai Brantas. Airnya bening dan banyak hidup aneka ragam
ikan, sehingga makanan berprotein dan bergizi selalu tercukupi. Hasil bumi itu
kemudian diangkut ke kota Jenggala, dekat Surabaya, dengan naik perahu
menelusuri sungai. Roda perekonomian berjalan lancar sehingga kerajaan Kediri
benar-benar dapat disebut sebagai negara yang gemah ripah loh jinawi tata
tentrem karta raharja.
Prabu
Jayabaya memerintah antara 1130 – 1157 M. Dukungan spiritual dan material dari
Prabu Jayabaya dalam hal hukum dan pemerintahan tidak tanggung-tanggung. Sikap
merakyat dan visinya yang jauh ke depan menjadikan Prabu Jayabaya layak
dikenang sepanjang masa. Kalau rakyat kecil hingga saat ini ingat pada beliau,
hal itu menunjukkan bahwa pada masanya berkuasa tindakannya selalu bijaksana
dan adil terhadap rakyatnya.
Di samping sebagai raja besar. Raja
Jayabaya juga terkenal sebagai ahli nujum atau ahli ramal. Ramalan-ramalannya
dikumpulkan dalam sebuah kitab JongkoJoyoboyo.Dalam ramalannya,
Raja Jayabaya menyebutkan beberapa hal seperti ratu adil yang akan datang
memerintah Indonesia.
4.
Raja
Sri Saweswara (berdasarkan prasasti Padelegan II (1159) dan prasasti Kahyunan
(1161))
Sebagai
raja yang taat beragama dan budaya, prabu Sarwaswera memegang teguh prinsip tat
wam asi yang artinya Dikaulah itu, , dikaulah (semua) itu , semua makhluk
adalah engkau . Tujuan hidup manusia menurut prabu Sarwaswera yang terakhir
adalah moksa, yaitu pemanunggalan jiwatma dengan paramatma. Jalan yang benar
adalah sesuatu yang menuju kearah kesatuan, segala sesuatu yang menghalangi
kesatuan adalah tidak benar.
5.
Raja
Sri Aryeswara (berdasarkan prasasti Angin (1171)
Sri
Aryeswara adalah raja Kadiri yang memerintah sekitar tahun 1171.
Nama gelar abhisekanya ialah Sri Maharaja Rake Hino Sri Aryeswara
Madhusudanawatara Arijamuka. Tidak diketahui dengan pasti kapan Sri Aryeswara
naik takhta. Peninggalan sejarahnya berupa prasasti Angin, 23 maret 1171.
Lambang kerajaan Kadiri saat itu adalah Ganesha. Tidak diketahui
pula kapan ia pemerintahannya berakhir. Raja Kadiriselanjutnya berdasarkan
prasasti Jaring adalah Sri Gandra.
6.
Raja
Sri Gandra
Masa
pemerintahan Raja Gandra (1181 M) dapat diketahui dari Prasasti Jaring, yaitu
tentang penggunaan nama hewan dalam kepangkatan seperti nama gajah, kebo dan
tikus. Nama-nama tersebut menunjukkan tinggi rendahnya pangkat seseorang dalam
istana.
7.
Raja
Sri Kameswara (berdasarkan prasasti Ceker (1182) dan Kakawin
Smaradahana)
Pada
masa pemerintahan Raja Kameswara (1182-1185 M), seni sastra mengalami
perkembangan yang sangat pesat. Di antaranya Empu Dharmaja mengarang
Smaradhana. Bahkan pada masa pernerintahannya juga dikenal cerita-cerita panji
seperti cerita Panji Semirang.
8.
Raja
Sri Kertajaya (1190-1222
M) ( berdasarkan prasasti Galunggung (1194), Prasasti Kamulan (1194), prasasti
Palah (1197), prasasti Wates Kulon (1205), Nagarakretagama,
dan Pararaton).
Merupakan
raja terakhir dari Kerajaan Kediri. Raja Kertajaya juga dikenal dengan sebutan
Dandang Gendis. Selama masa pemerintahannya, kestabilan kerajaan menurun. Hal
ini disebabkan Raja Kertajaya mempunyai maksud mengurangi hak-hak kaum
Brahmana. Keadaan ini ditentang oleh kaum Brahmana. Kedudukan kaum Brahmana di
Kerajaan Kediri semakin tidak aman.
Kaum
Brahmana banyak yang lari dan minta bantuan ke Tumapel yang saat itu diperintah
oleh Ken Arok. Mengetahui hal ini. Raja Kertajaya kemudian mempersiapkan
pasukan untuk menyerang Tumapel. Sementara itu. Ken Arok dengan dukungan kaum
Brahmana melakukan serangan ke Kerajaan Kediri. Kedua pasukan itu bertemu di
dekat Ganter (1222 M). Dalam pertempuran itu pasukan dari Kediri berhasil
dihancurkan. Raja Kertajaya berhasil meloloskan diri (namun nasibnya tidak
diketahui secara pasti). Kekuasaan Kerajaan Kediri berakhir dan menjadi daerah
bawahan Kerajaan Tumapel.
Kerajaan Singosari /
Singhasari
Kerajaan
di Jawa Timur yang didirikan oleh Ken Arok pada tahun 1222. Lokasi Kerajaan ini
sekarang diperkirakan berada di daerah Singosari, Kabupaten Malang. Dan
merupakan cikal bakal berdirinya Kerajaan Majapahit (1293 M – awal abad ke 6
M). Nama resmi Kerajaan Singosari sendiri sesungguhnya ialah Kerajaan Tumapel.
Menurut Kitab Nagarakretagama, ketika pertama kali didirikan tahun 1222, ibu
kota Kerajaan Tumapel bernama Kutaraja. Seperti yang tertulis pula pada
Prasasti Kudadu.Menurut Kitab Pararaton, Tumapel semula hanya sebuah daerah
bawahanKerajaan Kadiri/Kediri. Yang menjabat sebagai akuwu (setara jabatan
Camat jaman sekarang) Tumapel saat itu adalah Tunggul Ametung. Ia mati dibunuh
dengan cara tipu muslihat oleh pengawalnya sendiri yang bernama Ken Arok, yang
kemudian menjadi akuwu baru. Ken Arok juga yang mengawini istri Tunggul Ametung
yang bernama Ken Dedes. Ken Arok kemudian berniat melepaskan Tumapel dari
kekuasaan Kerajaan Kediri.Pada tahun 1222 terjadi
perseteruan antara Kertajaya (Raja Kediri) melawan kaum brahmana. Para brahmana
lalu menggabungkan diri dengan Ken Arok yang mengangkat dirinya menjadi Raja
pertama Tumapel bergelar Sri Rajasa Sang Amurwabhumi. Perang melawan Kerajaan
Kediri meletus di desa Ganter yang dimenangkan oleh pihak Tumapel di bawah
pimpinan Ken Arok.
Keberadaan Kerajaan
Singosari dibuktikan melalui candi-candi yang banyak ditemukan di Jawa
Timur yaitu daerah Singosari sampai Malang, juga melalui kitab sastra
peninggalan zaman Majapahit yang berjudul Negarakertagama karangan Mpu Prapanca
yang menjelaskan tentang raja-raja yang memerintah di Singosari serta kitab
Pararaton yang juga menceritakan riwayat Ken Arok yang penuh keajaiban. Kitab
Pararaton isinya sebagian besar adalah mitos atau dongeng tetapi dari kitab
Pararatonlah asal usul Ken Arok menjadi raja dapat diketahui. Sebelum menjadi
raja, Ken Arok berkedudukan sebagai Akuwu (Bupati) di Tumapel menggantikan
Tunggul Ametung yang dibunuhnya, karena tertarik pada Ken Dedes istri Tunggul Ametung.
Selanjutnya ia berkeinginan melepaskan Tumapel dari kekuasaan kerajaan Kadiri
yang diperintah oleh Kertajaya. Keinginannya terpenuhi setelah kaum Brahmana
Kadiri meminta perlindungannya. Dengan alasan tersebut, maka tahun 1222 M /1144
C Ken Arok menyerang Kediri, sehingga Kertajaya mengalami kekalahan pada
pertempuran di desa Ganter. Ken Arok yang mengangkat dirinya sebagai raja
Tumapel bergelar Sri Rajasa Sang Amurwabhumi.
Kejayaan Kerajaan
Singasari
Kertanagara
adalah raja terakhir dan raja terbesar dalam sejarah Singhasari (1268 - 1292). Ia adalah raja pertama yang mengalihkan wawasannya ke luarJawa.Pada tahun 1275 ia mengirim pasukan Ekspedisi Pamalayu untuk menjadikan Sumatra sebagai benteng pertahanan dalam menghadapi ekspansi
bangsa Mongol. Saat itu penguasa Sumatra adalah Kerajaan Dharmasraya(kelanjutan dari Kerajaan Malayu). Kerajaan ini akhirnya
dianggap telah ditundukkan, dengan dikirimkannya bukti arca Amoghapasa yang
dari Kertanagara, sebagai tanda persahabatan kedua negara.
Pada
tahun 1284, Kertanagara juga mengadakan ekspedisi menaklukkan Bali. Pada tahun 1289 Kaisar Kubilai Khan mengirim utusan ke Singhasari meminta agar Jawa mengakui kedaulatan Mongol.Namun permintaan itu ditolak tegas oleh Kertanagara. Nagarakretagama menyebutkan daerah-daerah
bawahan Singhasari di luar Jawa pada masa Kertanagara antara lain, Melayu, Bali,Pahang, Gurun, dan Bakulapura.
Sumber
sejarah :
Adapun
sumber sejarah dalam mempelajari kerajaan Singasari dapat diperoleh dari
berbagai prasasti, karyasastra, catatan, maupun bangunan candi. Sumber tersebut
meliputi :
A. Kitab
Pararaton
Kitab
ini berisi cerita mitos daririwayat Ken Arok yang penuh keajaiban hingga
riwayat raja-raja Singasari.
B. Kitab
Negarakertagama
Kitab
ini merupakan karya Mpu Prapanca (1365) yang berisi perkembangan kehidupan
kerajaan Majapahit dan memuat pula raja yang berkuasa di Singasari.
C. Kidung
Harsawijaya
Kidung
ini menyebutkan raja Jayakatwang sebagai samantharaja (raja bawahan) yang patuh
kepada Kertanegara. Namun dalam perkembangannya, Jayakatwang pada akhirnya
menyerang kedudukan Kertanegara.
Perkembangan
kerajaan Singasari banyak diwarnai dengan pembunuhan. Hal ini dapat dilihat
dari raja yang memerintah :
1.
Ken Arok (1222–1227 M)
Pendiri
Kerajaan Singasari adalah Ken Arok yang sekaligus juga menjadi Raja Singasari
yang pertama dengan gelar Sri Ranggah Rajasa Sang Amurwabumi. Munculnya Ken
Arok sebagai raja pertama Singasari menandai munculnya suatu dinasti baru,
yakni Dinasti Rajasa (Rajasawangsa) atau Girindra (Girindrawangsa). Ken Arok
hanya memerintah selama lima tahun (1222–1227 M). Pada tahun 1227 M, Ken Arok
dibunuh oleh seorang suruhan Anusapati (anak tiri Ken Arok). Ken Arok
dimakamkan di Kegenengan dalam bangunan Siwa–Buddha.
2.
Anusapati (1227–1248 M)
Dengan
meninggalnya Ken Arok maka takhta Kerajaan Singasari jatuh ke tangan Anusapati.
Dalam jangka waktu pemerintahaannya yang lama, Anusapati tidak banyak melakukan
pembaharuan-pembaharuan karena larut dengan kesenangannya menyabung ayam.
Peristiwa kematian Ken Arok akhirnya terbongkar dan sampai juga ke Tohjoyo
(putra Ken Arok dengan Ken Umang). Tohjoyo mengetahui bahwa Anusapati gemar
menyabung ayam sehingga diundangnya Anusapati ke Gedong Jiwa (tempat kediamanan
Tohjoyo) untuk mengadakan pesta sabung ayam. Pada saat Anusapati asyik
menyaksikan aduan ayamnya, secara tiba-tiba Tohjoyo menyabut keris buatan Empu
Gandring yang dibawanya dan langsung menusuk Anusapati. Dengan demikian,
meninggallah Anusapati yang didharmakan di Candi Kidal.
3. Tohjoyo (1248 M)
Dengan meninggalnya
Anusapati maka tahta Kerajaan Singasari dipegang oleh Tohjoyo. Namun, Tohjoyo
memerintah Kerajaan Singasari tidak lama sebab anak Anusapati yang bernama
Ranggawuni berusaha membalas kematian ayahnya. Dengan bantuan Mahesa Cempaka
dan para pengikutnya, Ranggawuni berhasil menggulingkan Tohjoyo dan kemudian
menduduki singgasana.
4. Ranggawuni
(1248–1268 M)
Ranggawuni naik
takhta Kerajaan Singasari pada tahun 1248 M dengan gelar Sri Jaya Wisnuwardana
oleh Mahesa Cempaka (anak dari Mahesa Wongateleng) yang diberi kedudukan
sebagai ratu angabhaya dengan gelar Narasinghamurti. Ppemerintahan Ranggawuni
membawa ketenteraman dan kesejahteran rakyat Singasari. Pada tahun 1254 M
Wisnuwardana mengangkat putranya yang bernama Kertanegara sebagai yuwaraja
(raja muda) dengan maksud mempersiapkannya menjadi raja besar di Kerajaan
Singasari. Pada tahun 1268 Wisnuwardanameninggal dunia dan didharmakan di
Jajaghu atau Candi Jago sebagai Buddha Amogapasa dan di Candi Waleri sebagai
Siwa.
5. Kertanegara
(1268-1292 M)
Kertanegara adalah
Raja Singasari terakhir dan terbesar karena mempunyai cita-cita untuk
menyatukan seluruh Nusantara. Ia naik takhta pada tahun 1268 dengan gelar Sri
Maharajadiraja Sri Kertanegara. Dalam pemerintahannya, ia dibantu oleh tiga
orang mahamentri, yaitu mahamentri i hino, mahamentri i halu, dan mahamenteri i
sirikan. Untuk dapat mewujudkan gagasan penyatuan Nusantara, ia mengganti
pejabat-pejabat yang kolot dengan yang baru, seperti Patih Raganata digantikan
oleh Patih Aragani. Banyak Wide dijadikan Bupati di Sumenep (Madura) dengan
gelar Aria Wiaraja. Setelah Jawa dapat diselesaikan, kemudian perhatian
ditujukan ke daerah lain. Kertanegara mengirimkan utusan ke Melayu yang dikenal
dengan nama Ekspedisi Pamalayu 1275 yang berhasil menguasai Kerajaan Melayu.
Hal ini ditandai dengan pengirimkan Arca Amoghapasa ke Dharmasraya atas
perintah Raja Kertanegara.
Selain menguasai
Melayu, Singasari juga menaklukan Pahang, Sunda, Bali, Bakulapura (Kalimantan
Barat), dan Gurun (Maluku). Kertanegara juga menjalin hubungan persahabatan
dengan raja Champa,dengan tujuan untuk menahan perluasaan kekuasaan Kubilai
Khan dari Dinasti Mongol. Kubilai Khan menuntut raja-raja di daerah selatan
termasuk Indonesia mengakuinya sebagai yang dipertuan. Kertanegara menolak
dengan melukai muka utusannya yang bernama Mengki. Tindakan Kertanegara ini
membuat Kubilai Khan marah besar dan bermaksud menghukumnya dengan mengirimkan
pasukannya ke Jawa. Mengetahui sebagian besar pasukan Singasari dikirim untuk
menghadapi serangan Mongol maka Jayakatwang (Kediri) menggunakan kesempatan
untuk menyerangnya. Serangan dilancarakan dari dua arah, yakni dari arah utara
merupakan pasukan pancingan dan dari arah selatan merupakan pasukan inti.
KEHIDUPAN KERAJAAN
Dari segi sosial,
kehidupan masyarakat Singasari mengalami masa naik turun. Ketika Ken Arok
menjadi Akuwu di Tumapel, dia berusaha meningkatkan kehidupan masyarakatnya.
Banyak daerah-daerah yang bergabung dengan Tumapel. Namun pada pemerintahan
Anusapati, kehidupan sosial masyarakat kurang mendapat perhatian karena ia
larut dalam kegemarannya menyabung ayam. Pada masa Wisnuwardhana kehidupan
sosial masyarakatnya mulai diatur rapi. Dan pada masa Kertanegara, ia
meningkatkan taraf kehidupan masyarakatnya. Upaya yang ditempuh Raja
Kertanegara dapat dilihat dari pelaksanaan politik dalam negeri dan luar
negeri.
Politik Dalam Negeri
:
· Mengadakan pergeseran pembantu-pembantunya seperti Mahapatih
Raganata digantikan oleh Aragani, dll.
· Berbuat baik terhadap lawan-lawan politiknya seperti
mengangkat putra Jayakatwang (Raja Kediri) yang bernama Ardharaja menjadi
menantunya.
· Memperkuat angkatan perang.
Politik Luar Negeri :
· Melaksanakan Ekspedisi Pamalayu untuk menguasai Kerajaan
melayu serta melemahkan posisi Kerajaan Sriwijaya di Selat Malaka.
· Menguasai Bali.
· Menguasai Jawa Barat.
· Menguasai Malaka dan Kalimantan.
Berdasarkan segi
budaya, ditemukan candi-candi dan patung-patung diantaranya candi Kidal, candi
Jago, dan candi Singasari. Sedangkan patung-patung yang ditemukan adalah patung
Ken Dedes sebagai Dewa Prajnaparamita lambing kesempurnaan ilmu, patung
Kertanegara dalam wujud patung Joko Dolog, dan patung Amoghapasa juga merupakan
perwujudan Kertanegara (kedua patung kertanegara baik patung Joko Dolog maupun
Amoghapasa menyatakan bahwa Kertanegara menganut agama Buddha beraliran
Tantrayana).
Kehidupan Politik
Kerajaan Singosari
yang pemah mengalami kejayaan dalam perkembangan sejarah Hindu di Indonesia
pernah diperintah oleh raja-raja sebagai berikut.
Raja Ken Arok Setelah
kemenangannya dalam pertempuran melawan Kerajaan Kediri, Ken Arok memutuskan
untuk membuat dinasti Bhattara serta membangun kerajaan baru dengan nama
Kerajaan Singasari.
Ken Arok sebagai raja
pertama Kerajaan Singasari bergelar Sri Ranggah Rajasa Bhatara Sang Amurwabhumi
dan dinastinya bernama Dinasti Girindrawangsa (Dinasti Keturunan Siwa).
Pendirian dinasti ini bertujuan menghilangkan jejak tentang siapa sebenarnya
Ken Arok dan mengapa ia berhasil mendirikan kerajaan. Di samping itu, agar
keturunan-keturunan Ken Arok (bila suatu saat menjadi raja besar) tidak ternoda
oleh perilaku dan tindakan kejahatan yang pemah dilakukan oleh Ken Arok. Raja
Ken Arok memerintah pada tahun 1222-1227 M. Masa pemerintahan Ken Arok diakhiri
secara tragis, saat ia dibunuh oleh kaki tangan Anusapati, yang merupakan anak
tirinya (anak Ken Dedes dengan suami pertamanya Tunggul Ametung).
Raja Anusapati Dengan
meninggalnya Ken Arok, tahta Kerajaan Singasari langsung dipegang oleh
Anusapati. Dalam jangka waktu pemerintahan yang cukup lama itu (1227-1248 M),
Anusapati tidak melakukan pembaruan-pembaruan, karena Anusapati larut dengan
kegemarannya sendiri, yaitu menyabung ayam.
Peristiwa kematian
Ken Arok akhirnya terbongkar dan sampai kepada putra Ken Arok dengan Ken Umang
yang bernama Tohjaya. Tohjaya mengetahui bahwa Anusapati suka menyabung ayam,
karena itu Anusapati diundang untuk menyabung ayam di Gedong Jiwa (tempat
kediaman Tohjaya). Saat Anusapati sedang asyik melihat aduan ayamnya, secara
tiba-tiba Tohjaya mencabut keris Empu Gandring yang dibawa Anusapati dan
langsung menusukkan ke punggung Anusapati hingga ia meninggal.
Raja Tohjaya Dengan
meninggalnya Anusapati, tahta kerajaan dipegang oleh Tohjaya. Tohjaya
memerintah Kerajaan Singasari hanya beberapa bulan saja (1248 M), karena putra
Anusapati yang bernama Ranggawuni mengetahui perihal kematian Anusapati.
Ranggawuni yang dibantu oleh Mahesa Cempaka menuntut hak atas tahta kerajaan
kepada Tohjaya. Tetapi Tohjaya mengirim pasukannya untuk menangkap Ranggawuni
dan Mahesa Cempaka. Rencana Tohjaya telah diketahui oleh Ranggawuni dan Mahesa
Cempaka, sehingga keduanya melarikan diri sebelum pasukan Tohjaya menangkap
mereka.
Untuk menyelidiki
persembunyian Ranggawuni dan Mahesa Cempaka, Tohjaya mengirim pasukan di bawah
pimpinan Lembu Ampal. Namun, Lembu Ampal akhirnya menyadari bahwa yang berhak
atas tahta kerajaan ternyata Ranggawuni, maka ia berbalik memihak Ranggawuni
dan Mahesa Cempaka. Ranggawuni yang dibantu Mahesa Cempaka dan Lembu Ampal
berhasil merebut tahta kerajaan dari tangan Tohjaya. Selanjutnya Ranggawuni
menduduki tahta Kerajaan Singasari.
Raja Wisnuwardhana
Ranggawuni naik tahta atas Kerajaan Singasari dengan gelar Sri
JayaWisnuwardhana dibantu oleh Mahesa Cempaka dengan gelar Narasinghamurti. Mereka
memerintah bersama Kerajaan Singasari (1248-1268 M). Wisnuwardhana sebagai
raja, Narasinghamurti sebagai Ratu Angabhaya. Pemerintahan kedua penguasa
tersebut membawa keamanan dan kesejahteraan. Pada tahun 1254 M, Wisnuwardhana
mengangkat putranya sebagai Yuvaraja (raja muda) dengan maksud untuk
mempersiapkan putranya yang bernama Kertanegara menjadi seorang raja besar di
Kerajaan Singasari. Setelah Wisnuwardhana meninggal dunia (dialah satu-satunya
raja yang meninggal tidak terbunuh di Kerajaan Singasari), tahta
KerajaaSingasari beralih kepada Kertanegara.
Raja Kertanegara Raja
Kertanegara (1268-1292 M) merupakan raja terkemuka dan raja terakhir dari
Kerajaan Singasari. Di bawah pemerintahannya, Kerajaan Singasari mencapai masa
kejayaannya. Stabilitas kerajaan yang diwujudkan pada masa pemerintahan Raja
Wisnuwardhana disempurnakan lagi dengan tindakan-tindakan yang tegas dan
berani. Setelah keadaaan Jawa Timur dianggap baik, Raja Kertanegara melangkah
ke luar Jawa Timur untuk mewujudkan cita-cita persatuan seluruh Nusantara di
bawah panji Kerajaan Singasari.
Upaya yang ditempuh
Raja Kertanegara dapat dilihat dari pelaksanaan politik dalam dan luar negeri.
Dalam rangka mewujudkan Stabilitas politik Kerajaan Singasari, Raja Kertanegara
menempuh jalan sebagai berikut.
a.Kebijakan dalam
negeri
· Pergantian pejabat kerajaan, bertujuan menggalang
pemerintahan yang kompak.
· Memelihara keamanan dan melakukan politik perkawinan.
Tujuannya menciptakan kerukunan dan politik yang stabil.
b.Kebijakan Luar
Negeri
· Menggalang persatuan ‘Nusantara’ dengan mengutus ekspedisi
tentara Pamalayu ke Kerajaan Melayu (Jambi). Mengutus pasukan ke Sunda, Bali,
Pahang.
· Menggalang kerjasama dengan kerajaan lain. Contohnya
menjalin persekutuan dengan kerajaan Campa.
Dari tindakan-tindakan
politik Kertanegara tersebut, di satu sisi Kertanegara berhasil mencapai
cita-citanya memperluas dan memperkuat Singasari, tetapi dari sisi yang lain
muncul beberapa ancaman yang justru berakibat hancurnya Singasari. Ancaman yang
muncul dari luar yaitu dari tentara Kubilai-Khan dari Cina Mongol karena
Kertanegara tidak mau mengakui kekuasaannya bahkan menghina utusan Kubilai-khan
yaitu Meng-chi. Dari dalam adanya serangan dari Jayakatwang (Kadiri) tahun 1292
yang bekerja sama dengan Arya Wiraraja Bupati Sumenep yang tidak diduga
sebelumnya. Kertanegara terbunuh, maka jatuhlah Singasari di bawah kekuasaan
Jayakatwang dari Kediri. Setelah Kertanegara meninggal maka didharmakan/diberi
penghargaan di candi Jawi sebagai Syiwa Budha, di candi Singasari sebagai
Bhairawa. Di Sagala sebagai Jina (Wairocana) bersama permaisurinya Bajradewi.
Untuk memperjelas pemahaman Anda, tentang candi Singosari tempat Kertanegari di
muliakan,
Kehidupan Ekonomi
Dalam kehidupan
ekonomi, walaupun tidak ditemukan sumber secara jelas. Ada kemungkinan
perekonomian ditekankan pada pertanian dan perdagangan karena Singosari
merupakan daerah yang subur dan dapat memanfaatkan sungai Brantas dan Bengawan
Solo sebagai sarana lalu lintas perdagangan dan pelayaran.
Kehidupan Budaya
Gambaran perkembangan
kebudayaan sejak berdirinya kerajaan Singosari terlihat dari di temukannya
peninggalan berupa candi – candi dan patung yang di bangun dari zaman kekuasaan
Singosari. Diantaranya seperti candi Kidal, Jago, dan candi Singosari.
Sedangkan patung yang di temukan adalah patung Ken Dedes sebagai dewi
Prajnaparamita lambing kesempurnaan ilmu, patung Kertanegara dalam bentuk Joko
Dolok yang di temuksn dekat Surabaya dan patung Amoghapasa juga perwujudan dari
raja Kertanegara yang dikirim ke Dharmacraya ibu kota kerajaan Melayu. Kedua
perwujudan patung tersebut dapat di ketahui bahwa raja Kertanegara beragama
Budha beraliran Tantrayana (Tantriisme).
Peniggalan –
peninggalan Kerajaan Singasari
1. Candi Singosari
Candi ini berlokasi di Kecamatan Singosari,Kabupaten
Malang dan terletak pada lembah di antara Pegunungan Tengger dan Gunung Arjuna.
Berdasarkan penyebutannya pada Kitab Negarakertagama serta Prasasti Gajah Mada
yang bertanggal 1351 M di halaman komplek candi, candi ini merupakan tempat
“pendharmaan” bagi raja Singasari terakhir, Sang Kertanegara, yang
mangkat(meninggal) pada tahun 1292 akibat istana diserang tentara Gelang-gelang
yang dipimpin oleh Jayakatwang. Kuat dugaan, candi ini tidak pernah selesai
dibangun.
2.
Candi Jago
Arsitektur Candi Jago disusun seperti teras punden berundak.
Candi ini cukup unik, karena bagian atasnya hanya tersisa sebagian dan menurut
cerita setempat karena tersambar petir. Relief-relief Kunjarakarna dan
Pancatantra dapat ditemui di candi ini. Sengan keseluruhan bangunan candi ini
tersusun atas bahan batu andesit.
3.
Candi Sumberawan
Candi Sumberawan merupakan satu-satunya stupa yang ditemukan
di Jawa Timur. Dengan jarak sekitar 6 km dari Candi Singosari, Candi ini
merupakan peninggalan Kerajaan Singasari dan digunakan oleh umat Buddha pada
masa itu. Pemandangan di sekitar candi ini sangat indah karena terletak di
dekat sebuah telaga yang sangat bening airnya. Keadaan inilah yang memberi nama
Candi Rawan.
4.
Arca Dwarapala
Arca ini berbentuk Monster dengan ukuran yang sangat besar.
Menurut penjaga situs sejarah ini, arca Dwarapala merupakan pertanda masuk ke
wilayah kotaraja, namun hingga saat ini tidak ditemukan secara pasti dimanan
letak kotaraja Singhasari.
5.
Prasasti Manjusri
Prasasti Manjusri merupakan manuskrip yang dipahatkan pada
bagian belakang Arca Manjusri, bertarikh 1343, pada awalnya ditempatkan di
Candi Jago dan sekarang tersimpan di Museum Nasional Jakarta.
6.
Prasasti Mula
Malurung
Prasasti Mula Malurung adalah piagam pengesahan
penganugrahan desa Mula dan desa Malurung untuk tokoh bernama Pranaraja.
Prasasti ini berupa lempengan-lempengan tembaga yang diterbitkan Kertanagara
pada tahun 1255 sebagai raja muda di Kadiri, atas perintah ayahnya
Wisnuwardhana raja Singhasari.
7.
Prasasti Singosari
Prasasti Singosari, yang bertarikh tahun 1351 M, ditemukan
di Singosari, Kabupaten Malang, Jawa Timur dan sekarang disimpan di Museum
Gajah dan ditulis dengan Aksara Jawa.Prasasti ini ditulis untuk mengenang
pembangunan sebuah caitya atau candi pemakaman yang dilaksanakan oleh Mahapatih
Gajah Mada. Paruh pertama prasasti ini merupakan pentarikhan tanggal yang
sangat terperinci, termasuk pemaparan letak benda-benda angkasa. Paruh kedua
mengemukakan maksud prasasti ini, yaitu sebagai pariwara pembangunan sebuah
caitya.
8.
Candi Jawi
Candi ini terletak di pertengahan jalan raya antara
Kecamatan Pandaan – Kecamatan Prigen dan Pringebukan. Candi Jawi banyak dikira
sebagai tempat pemujaan atau tempat peribadatan Buddha, namun sebenarnya
merupakan tempat pedharmaan atau penyimpanan abu dari raja terakhir Singhasari,
Kertanegara. Sebagian dari abu tersebut juga disimpan pada Candi Singhasari.
Kedua candi ini ada hubungannya dengan Candi Jago yang merupakan tempat
peribadatan Raja Kertanegara.
9.
Prasasti Wurare
Prasasti Wurare adalah sebuah prasasti yang isinya
memperingati penobatan arca Mahaksobhya di sebuah tempat bernama Wurare
(sehingga prasastinya disebut Prasasti Wurare). Prasasti ditulis dalam bahasa
Sansekerta, dan bertarikh 1211 Saka atau 21 November 1289. Arca tersebut
sebagai penghormatan dan perlambang bagi Raja Kertanegara dari kerajaan
Singhasari, yang dianggap oleh keturunannya telah mencapai derajat Jina (Buddha
Agung). Sedangkan tulisan prasastinya ditulis melingkar pada bagian bawahnya.
10.
Candi Kidal
Candi Kidal adalah salah satu candi warisan dari kerajaan
Singasari. Candi ini dibangun sebagai bentuk penghormatan atas jasa besar
Anusapati, Raja kedua dari Singhasari, yang memerintah selama 20 tahun (1227 –
1248). Kematian Anusapati dibunuh oleh Panji Tohjaya sebagai bagian dari perebutan
kekuasaan Singhasari, juga diyakini sebagai bagian dari kutukan Mpu Gandring.
RUNTUHNYA
KERAJAAN SINGASARI
Sebagai sebuah
kerajaan, perjalanan kerajaan Singasari bisa dikatakan berlangsung singkat. Hal
ini terkait dengan adanya sengketa yang terjadi dilingkup istana kerajaan yang
kental dengan nuansa perebutan kekuasaan. Pada saat itu Kerajaan Singasari
sibuk mengirimkan angkatan perangnya ke luar Jawa. Akhirnya Kerajaan Singasari
mengalami keropos di bagian dalam. Pada tahun 1292 terjadi pemberontakan
Jayakatwang bupati Gelang-Gelang, yang merupakan sepupu, sekaligus ipar,
sekaligus besan dari Kertanegara sendiri. Dalam serangan itu Kertanegara mati
terbunuh. Setelah runtuhnya Singasari, Jayakatwang menjadi raja dan membangun
ibu kota baru di Kediri. Riwayat Kerajaan Tumapel-Singasari pun berakhir.
KERAJAAN
MAJAPAHIT
Letak Geografis Kerajaan Majapahit
Secara geografis letak kerajaan Majapahit sangat
strategis karena adanya di daerah lembah sungai yang luas, yaitu Sungai Brantas
dan Bengawan Solo, serta anak sungainya yang dapat dilayari sampai ke hulu.
Sejarah Terbentuknya Kerajaan Majapahit
Pada saat terjadi serangan Jayakatwang, Raden
Wijaya bertugas menghadang bagian utara, ternyata serangan yang lebih besar
justru dilancarkan dari selatan. Maka ketika Raden Wijaya kembali ke Istana, ia
melihat Istana Kerajaan Singasari hampir habis dilalap api dan mendengar
Kertanegara telah terbunuh bersama pembesar-pembesar lainnya. Akhirnya ia
melarikan diri bersama sisa-sisa tentaranya yang masih setia dan dibantu
penduduk desa Kugagu. Setelah merasa aman ia pergi ke Madura meminta
perlindungan dari Aryawiraraja. Berkat bantuannya ia berhasil menduduki tahta,
dengan menghadiahkan daerah tarik kepada Raden Wijaya sebagai daerah
kekuasaannya. Ketika tentara Mongol datang ke Jawa dengan dipimpin Shih-Pi,
Ike-Mise, dan Kau Hsing dengan tujuan menghukum Kertanegara, maka Raden Wijaya
memanfaatkan situasi itu untuk bekerja sama menyerang Jayakatwang. Setelah
Jayakatwang terbunuh, tentara Mongol berpesta pora merayakan kemenanganya.
Kesempatan itu pula dimanfaatkan oleh Raden Wijaya untuk berbalik melawan
tentara Mongol, sehingga tentara Mongol terusir dari Jawa dan pulang ke
negrinya. Maka tahun 1293 Raden Wijaya naik tahta dan bergelar Sri Kertajasa
Jayawardhana.
Raja-raja Majapahit
·
Kertajasa Jawardhana (1293 – 1309)
Merupakan pendiri kerajaan Majapahit, pada masa
pemerintahannya, Raden Wijaya dibantu oleh mereka yang turut berjasa dalam
merintis berdirinya Kerajaan Majapahit, Aryawiraraja yang sangat besar jasanya
diberi kekuasaan atas sebelah Timur meliputi daerah Lumajang, Blambangan. Raden
Wijaya memerintah dengan sangat baik dan bijaksana. Susunan pemerintahannya
tidak berbeda dengan susunan pemerintahan Kerajaan Singasari.
·
Raja Jayanegara (1309-1328)
Kala Gemet naik tahta menggantikan ayahnya dengan
gelar Sri Jayanegara. Pada Masa pemerintahannnya ditandai dengan
pemberontakan-pemberontakan. Misalnya pemberontakan Ranggalawe 1231 saka,
pemberontakan Lembu Sora 1233 saka, pemberontakan Juru Demung 1235 saka,
pemberontakan Gajah Biru 1236 saka, Pemberontakan Nambi, Lasem, Semi, Kuti
dengan peristiwa Bandaderga. Pemberontakan Kuti adalah pemberontakan yang
berbahaya, hampir meruntuhkan Kerajaan Majapahit. Namun semua itu dapat
diatasi. Raja Jayanegara dibunuh oleh tabibnya sendiri yang bernama Tanca.
Tanca akhirnya dibunuh pula oleh Gajah Mada.
·
Tribuwana Tunggadewi (1328 –
1350)
Raja Jayanegara meninggal tanpa meninggalkan
seorang putrapun, oleh karena itu yang seharusnya menjadi raja adalah Gayatri,
tetapi karena ia telah menjadi seorang Bhiksu maka digantikan oleh putrinya
Bhre Kahuripan dengan gelar Tribuwana Tunggadewi, yang dibantu oleh suaminya
yang bernama Kartawardhana. Pada tahun 1331 timbul pemberontakan yang dilakukan
oleh daerah Sadeng dan Keta (Besuki). Pemberontakan ini berhasil ditumpas oleh
Gajah Mada yang pada saat itu menjabat Patih Daha. Atas jasanya ini Gajah Mada
diangkat sebagai Mahapatih Kerajaan Majapahit menggantikan Pu Naga. Gajah Mada
kemudian berusaha menunjukkan kesetiaannya, ia bercita-cita menyatukan wilayah
Nusantara yang dibantu oleh Mpu Nala dan Adityawarman. Pada tahun 1339, Gajah
Mada bersumpah tidak makan Palapa sebelum wilayah Nusantara bersatu. Sumpahnya
itu dikenal dengan Sumpah Palapa, adapun isi dari amukti palapa adalah sebagai
berikut :”Lamun luwas kalah nusantara isum amakti palapa, lamun kalah ring
Gurun, ring Seram, ring Sunda, ring Palembang, ring Tumasik, samana sun amukti
palapa”. Kemudian Gajah Mada melakukan penaklukan-penaklukan.
·
Hayam Wuruk
Hayam Wuruk naik tahta pada usia yang sangat muda
yaitu 16 tahun dan bergelar Rajasanegara. Di masa pemerintahan Hayam Wuruk yang
didampingi oleh Mahapatih Gajah Mada, Majapahit mencapai keemasannya. Dari
Kitab Negerakertagama dapat diketahui bahwa daerah kekuasaan pada masa
pemerintahan Hayam Wuruk, hampir sama luasnya dengan wilayah Indonesia yang
sekarang, bahkan pengaruh kerajaan Majapahit sampai ke negara-negara tettangga.
Satu-satunya daerah yang tidak tunduk kepada kekuasaaan Majapahit adalah
kerajaan Sunda yang saat itu dibawah kekuasaan Sri baduga Maharaja. Hayam Wuruk
bermaksud mengambil putri Sunda untuk dijadikan permaisurinya. Setelah putri
Sunda (Diah Pitaloka) serta ayahnya Sri Baduga Maharaja bersama para pembesar
Sunda berada di Bubat, Gajah Mada melakukan tipu muslihat, Gajah Mada tidak mau
perkawinan Hayam Wuruk dengan putri Sunda dilangsungkan begitu saja. Ia
menghendaki agar putri Sunda dipersembahkan kepada Majapahit (sebagai upeti).
Maka terjadilah perselisihan paham dan akhirnya terjadinya perang Bubat. Banyak
korban dikedua belah pihak, Sri Baduga gugur, putri Sunda bunuh diri.
Tahun 1364 Gajah Mada meninggal, Kerajaan Majapahit
kehilangan seorang mahapatih yang tak ada duanya. Untuk memilih penggantinya
bukan suatu pekerjaan yang mudah. Dewan Saptaprabu yang sudah beberapa kali
mengadakan sidang untuk memilih pengganti Gajah Mada akhirnya memutuskan bahwa
Patih Hamungkubhumi Gajah Mada tidak akan diganti “untuk mengisi kekosongan
dalam pelaksanaan pemerintahan diangkat Mpu Tandi sebagais Wridhamantri, Mpu
Nala sebagai menteri Amancanegara dan patih dami sebagai Yuamentri. Raja Hayam
Wuruk meninggal pada tahun 1389.
·
Wikramawardhana
Putri mahkota Kusumawardhani yang naik tahta menggantikan ayahnya
bersuamikan Wikramawardhana. Dalam prakteknya Wikramawardhanalah yang menjalankan
roda pemerintahan. Sedangkan Bhre Wirabhumi anak Hayam Wuruk dari selir, karena
Bhre Wirabhumi (Putri Hayam Wuruk) dari selir maka ia tidak berhak menduduki
tahta kerajaan walaupun demikian ia masih diberi kekuasaan untuk memerintah di
Bagian Timur Majapahit , yaitu daerah Blambangan. Perebutan kekuasaan antara
Wikramawardhana dengan Bhre Wirabhumi disebut perang Paregreg.
Wikramawardhana meninggal tahun
1429, pemerintahan raja-raja berikutnya berturut-turut adalah Suhita,
Kertawijaya, Rajasa Wardhana, Purwawisesa dan Brawijaya V, yang tidak luput
ditandai perebutan kekuasaan.
Sumber
Sejarah berdirinya Kerajaan MajaPahit
Sumber sejarah mengenai berdiri dan berkembangnya
kerajaan Majapahit berasal dari berbagai sumber yakni :
·
Prasasti Butok (1244 tahun). Prasasti ini dikeluarkan oleh
Raden Wijaya setelah ia berhasil naik tahta kerajaan. Prasasti ini memuat
peristiwa keruntuhan kerajaan Singasari dan perjuangan Raden Wijaya untuk
mendirikan kerajaan
·
Kidung Harsawijaya dan Kidung Panji Wijayakrama, kedua kidung ini menceritakan Raden Wijaya ketika menghadapi musuh dari
kediri dan tahun-tahun awal perkembangan Majapahit
·
Kitab Pararaton, menceritakan tentang
pemerintahan raja-raja Singasari dan Majapahit
·
Kitab Negarakertagama, menceritakan tentang perjalanan
Rajam Hayam Wuruk ke Jawa Timur.
Kehidupan
Politik
Majapahit selalu menjalankan politik bertetangga
yang baik dengan kerajaan asing, seperti Kerajaan Cina, Ayodya (Siam), Champa
dan Kamboja. Hal itu terbukti sekitar tahun 1370 – 1381, Majapahit telah
beberapa kali mengirim utusan persahabatan ke Cina. Hal itu diketahui dari
berita kronik Cina dari Dinasti Ming.Raja kerajaan Majapahit sebagai negarawan
ulung juga sebagai politikus-politikus yang handal. Hal ini dibuktikan oleh
Raden Wiajaya, Hayam Wuruk, dan Maha Patih Gajahmada dalam usahanya mewujudkan
kerajaan besar, tangguh dan berwibawa. Struktur pemerintahan di pusat
pemerintahan Majapahit :
1.
Raja
2.
Yuaraja atau Kumaraja (Raja Muda)
3.
Rakryan Mahamantri Katrini
§
Mahamantri i-hino
§
Mahamantri i –hulu
§
Mahamantri i-sirikan
4.
Rakryan Mahamantri ri Pakirakiran
§
Rakryan Mahapatih
(Panglima/Hamangkubhumi)
§
Rakryan Tumenggung (panglima
Kerajaan)
§
Rakryan Demung (Pengatur Rumah
Tangga Kerajaan)
§
Rakryan Kemuruhan (Penghubung dan
tugas-tugas protokoler) dan
§
Rakryan Rangga (Pembantu
Panglima)
5.
Dharmadyaka yang diduduki oleh 2
orang, masing-masing dharmadyaka dibantu oleh sejumlah pejabat keagamaan yang
disebut Upapat. Pada masa hayam Wuruk ada 7 Upapati.
Selain pejabat-pejabat yang telah disebutkan
dibawah raja ada sejumlah raja daerah (paduka bharata) yang masing-masing
memerintah suatu daerah. Disamping raja-raja daerah adapula pejabat-pejabat
sipil maupun militer. Dari susunan pemerintahannya kita dapat melihat bahwa
sistem pemerintahan dan kehidupan politik kerjaan Majapahit sudah sangat
teratur.
Kehidupan Sosial Ekonomi dan
Kebudayaan Kerajaan Majapahit
Hubungan persahabatan yang dijalin dengan negara
tentangga itu sangat mendukung dalam bidang perekonomian (pelayaran dan
perdagangan). Wilayah kerajaan Majapahit terdiri atas pulau dan daerah
kepulauan yang menghasilkan berbagai sumber barang dagangan.
Barang dagangan yang dipasarkan antara lain beras,
lada, gading, timah, besi, intan, ikan, cengkeh, pala, kapas dan kayu cendana.
Dalam dunia perdagangan, kerajaan Majapahit
memegang dua peranan yang sangat penting.
Sebagai kerajaan Produsen – Majapahit mempunyai
wilayah yang sangat luas dengan kondisi tanah yang sangat subur. Dengan daerah
subur itu maka kerajaan Majapahit merupakan produsen barang dagangan.
Sebagai Kerajaan Perantara – Kerajaan Majapahit
membawa hasil bumi dari daerah yang satu ke daerah yang lainnya. Keadaan
masyarakat yang teratur mendukung terciptanya karya-karya budaya yang bermutu.
bukti-bukti perkembangan kebudayaan di kerajaan Majapahit dapat diketahui
melalui peninggalan-peninggalan berikut ini :
§
Candi : Antara lain candi
Penataran (Blitar), Candi Tegalwangi dan candi Tikus (Trowulan).
§
Sastra : Hasil sastra zaman
Majapahit dapat kita bedakan menjadi
§
Sastra Zaman Majapahit Awal
§
Kitab Negarakertagama, karangan
Mpu Prapanca
§
Kitab Sutasoma, karangan Mpu
Tantular
§
Kitab Arjunawiwaha, karangan Mpu
Tantular
§
Kitab Kunjarakarna
§
Kitab Parhayajna
§
Sastra Zaman Majapahit Akhir
Hasil sastra zaman Majapahit akhir ditulis dalam
bahasa Jawa Tengah, diantaranya ada yang ditulis dalam bentuk tembang (kidung)
dan yang ditulis dalam bentuk gancaran (prosa). Hasil sastra terpenting antara
lain :
§
Kitab Prapanca, isinya
menceritakan raja-raja Singasari dan Majapahit
§
Kitab Sundayana, isinya tentang
peristiwa Bubat
§
Kitab Sarandaka, isinya tentang
pemberontakan sora
§
Kitab Ranggalawe, isinya tentang
pemberontakan Ranggalawe
§
Panjiwijayakrama, isinya
menguraikan riwayat Raden Wijaya sampai menjadi raja
§
Kitab Usana Jawa, isinya tentang
penaklukan Pulau Bali oleh Gajah Mada dan Aryadamar, pemindahan Keraton
Majapahit ke Gelgel dan penumpasan raja raksasa bernama Maya Denawa.
§
Kitab Usana Bali, isinya tentanng
kekacauan di Pulau Bali.
Selain kitab-kitab tersebut masih ada lagi kitab
sastra yang penting pada zaman Majapahit akhir seperti Kitab Paman Cangah,
Tantu Pagelaran, Calon Arang, Korawasrama, Babhulisah, Tantri Kamandaka dan
Pancatantra.
Kerajaan Buleleng
Kerajaan
Buleleng merupakan Kerajaan Hindu Budha tertua di Bali. Kerajaan ini berkembang
pada abad IX-XI Masehi. Kerajaan ini diperintah oleh Dinasti Warmadewa.
Kerajaan ini dapat dipelajari melalui prasasti Belanjong, Penempahan, dan Melatgede.
Kerajaan ini berpusat di Buleleng, Bali bagian utara. Buleleng tereletak
dipesisir pantai, yang menyebabkan Buleleng sering disinggahi
kapal-kapal.Adapun kehidupan masyarakat pada masa Kerajaan Buleleng adalah
sebagai berikut :
a. Kehidupan
Politik
Dinasti
Warmadewa didirikan oleh Sri Kesari Warmadewa. Berdasarkan prasasti Belanjong,
Sri Kesari Warmadewa merupakan keturunan bangsawan Sriwijaya yang gagal
menklukan Kerajaan Tarumanegara di Jawa Barat. Kegagalan tersebut menyebabkan Sri
Kesari Warmadewa memilih pergi ke Bali dan mendirikan pemeerintahan baru.
Pada
tahun 989-1011 Kerajaan Buleleng diperintah oleh Udayana Warmadewa. Udayana
memiliki 3 putra yaitu, Airlangga, Marakatapangkaja, dan Anak Wungsu. Yang
nantinya Airlangga akan menjadi raja terbesar di Medang Kemulan, Jawa Timur.
Menurut prasasti yang terdapat di pura Batu Madeg, Raja Udayan menjlain
hubungan erat dengan Dinasti Isyana di Jawa Timur. Hubungan ini dilakukan
karena permaisuri Udayana bernama Gunapriya Dharmapatni merupakan keturunan Mpu
Sindok. Raja Udayana digantikan oleh putranya Marakatapangkaja.
Rakyat
Buleleng menganggap Marakatapangkaja sebagai sumber kebenaran hukum karena
selalu melindungi rakyatnya. Marakatapangkaja membangun beberapa tempat
peribadatan untuk rakyat. Salah satu peninggalan Marakatapangkaja adalah
kompleks candi di Gunung Kawi (Tampaksiring). Pemerintahan Marakatapangkaja
digantikan oleh adiknya yaitu Anak Wungsu. Anak Wungsu merupakan Raja terbesar
dari Dinasti Warmadewa. Ia berhasil menjaga kestabilan kerajaan dengan
menanggulangi berbagai gangguan dari dalam maupun luar kerajaan.
Dalam
menjalankan pemerintahan, Raja Buleleng dibantu oleh badan penasehat pusat yang
disebut pakirankiran I jro makabehan. Badan ini berkewajiban memberikan
tafsirandan nasihat kepada raja atas berbagai permasalahan yang muncul.
b. Kehidupan
Ekonomi
Kegiatan
ekonomi masyarakat Buleleng bertumpu pada sektor pertanian. Keterangan
kehidupan masyarakat Buleleng dapat dipelajari dari prasasti Bulian. Dalam
prasasti Bulian terdapat bebrapa istilah yang berhubungan dengan sistem
bercocok tanam seperti sawah, parlak (sawah kering), (gaga) ladang, kebwan
(kebun), dan lain sebagainya.
Perdagangan
antarpulau di Buleleng juga sudah cukup maju. Kemajuan ini ditandai dengan
banyaknya saudagar yang bersandar dan melakukan kegiatan perdagangan dengan
penduduk Buleleng. Komoditas yang terkenal di Buleleng adlah kuda. Dalam
prasasti Lutungan disebutkan bahwa Raja Anak Wungsu melakukan transaksi
perdagangan 30 ekor kuda dengan saudagar dari Pulau Lombok. Keterangan tersebut
membuktikan bahwa perdagangan pada saat itu sudah maju sebab kuda merupakan
binatang yang besar sehingga memerlukan kapal yang besar pula untuk
mengangkutnya.
c. Kehidupan
Agama
Agama
Hindu Syiwa mendominasu kehidupan masyarakat Buleleng. Tetapi tradisi megalitik
masih mengakar kuat dalam masyarakat Buleleng. Kondisi ini dibuktukan dengan
ditemukannya beberapa bangunan pemujaan seperti punden berundak di sekitar
pura-pura di Hindu. Pada masa pemerintahan Janasadhu Warmadewa agama Budha
mulai berkembang. Perkembangan ini ditandai dengan penemuan unsure-unsur Budha
seperti arca Budha di Gua Gajah dan stupa di pura Pegulingan.
Agama
Hindu dan Budha mulai mendapat peranan penting pada masa Raja Udayana. Pada
masa ini pendeta Syiwa dan brahmana Budha diangkat sebagai salah satu penasehat
raja. Masyarakat Buleleng menganut agama Hindu Waesnawa.
d. Kehidupan
Sosial Budaya
Dalam
kehidupan sosial, masyarakat Bali, tidak terlepas dari agama yang dianutnya
yaitu agama hindu (mempunyai pengaruh yang paling besar) dari Budha sehingga
keadaan sosialnya sebagai berikut
1. Terdapat pembagian golongan/kasta dalam masyarakat yaitu Brahmana, Ksatria dan Waisya
2. Masing-masing golongan mempunyai tugas dan kewajiban yang tidak sama disbanding keagamaan
3. Pada masa Anak Wungsu dikenal adanya beberapa golongan pekerja khusus yaitu pande besi, pande emas, dan pande tembaga dengan tugas membuat alat-alat pertanian, alat-alat rumah tangga, senjata, perhiasan dan lain-lain.
1. Terdapat pembagian golongan/kasta dalam masyarakat yaitu Brahmana, Ksatria dan Waisya
2. Masing-masing golongan mempunyai tugas dan kewajiban yang tidak sama disbanding keagamaan
3. Pada masa Anak Wungsu dikenal adanya beberapa golongan pekerja khusus yaitu pande besi, pande emas, dan pande tembaga dengan tugas membuat alat-alat pertanian, alat-alat rumah tangga, senjata, perhiasan dan lain-lain.
Dari ketiga hal diatas dapa kiata ambil kesimpulan sebagi berikut
1. Kehidupan sosial masyarakat Bali sudah teratur dan rapi
2. Sudah ada system pembagian kerja
Hasil budaya kerajaan Bali antara lain berupa
1. Prasasti
2. Cap Materai kecil dari tanah liat yang disimpan dalam stupa kecil
3. Arca misalnya arca durga
4. Dua kitab undang-undang yang dipakai pada masa pemerintahan Jayasakti yaitu Uttara Widdhi Balawan dan Rajawacana/Rajaniti
5. Pada zaman Jayasakti agam Budha dan Syiwa berlambang dengan baik bahkan raja sendiri disebut sebagai penjelmaan dewa Wisnu (airan Waisnawa)
6. Prasasti di Bali paling banyak menggunakan bahasa Jawa kuno sehingga hubungan dengan Jawa diperkirakan terjalin dengan baik.
Kerajaan Dinasti Warmadewa
A. SEJARAH
Kerajaan Dinasti Warmadewa merupakan kerajaan yang raja-rajanya merupakan anggota wangsa (dinasti). Dari bukti tertulis diketahui bahwa kerajaan ini didirikan oleh Sri Kesari Warmadewa, seseorang Buddha yang ditugaskan dari Jawa ke Bali. Kerajaan ini memiliki hubungan dengan Kerajaan Medang yang berada di Jawa Timur.
Kerajaan Dinasti Warmadewa merupakan kerajaan yang raja-rajanya merupakan anggota wangsa (dinasti). Dari bukti tertulis diketahui bahwa kerajaan ini didirikan oleh Sri Kesari Warmadewa, seseorang Buddha yang ditugaskan dari Jawa ke Bali. Kerajaan ini memiliki hubungan dengan Kerajaan Medang yang berada di Jawa Timur.
B. PERKEMBANGAN
Kerajaan Warmadewa menguasai bebrapa daerah di Pulau Bali, salah satunya adalah Buleleng. Selama kerajaan ini berdiri, raja yang membawa pada zaman keemasan adalah raja Anak Wungsu. Pada zaman keemasannya, kegiatan yang paling terkenal dari kerajaan ini adalah perdagangan, dengan barang dagangan berupa; beras; asam; kemiri; dan hasil pertanian lainnya. Diketahui juga bahwa kerajaan ini sudah menggunakan alat tukar berupa uang dengan nama ma su dan piling.
C. RAJA-RAJA
1. 882M - 914M Shri Kesari Warmadewa
Kerajaan Warmadewa menguasai bebrapa daerah di Pulau Bali, salah satunya adalah Buleleng. Selama kerajaan ini berdiri, raja yang membawa pada zaman keemasan adalah raja Anak Wungsu. Pada zaman keemasannya, kegiatan yang paling terkenal dari kerajaan ini adalah perdagangan, dengan barang dagangan berupa; beras; asam; kemiri; dan hasil pertanian lainnya. Diketahui juga bahwa kerajaan ini sudah menggunakan alat tukar berupa uang dengan nama ma su dan piling.
C. RAJA-RAJA
1. 882M - 914M Shri Kesari Warmadewa
Dalem Shri Kesari pendiri Dinasti Warmadewa
di Bali. Raja dinasti Warmadewa pertama di Bali adalah Shri Kesari Warmadewa [
yang bermakna Yang Mulia Pelindung Kerajaan Singha] yang dikenal juga
dengan Dalem Selonding, datang ke Bali pada akhir abad ke-9 atau awal abad
ke-10, beliau berasal dari Sriwijaya(Sumatra) di mana sebelumnya pendahulu
beliau dari Sriwijaya telah menaklukkan Tarumanegara( tahun 686) dan Kerajaan
Kalingga di pesisir utara Jawa Tengah/Semarang sekarang. Persaingan dua
kerajaan antara Mataram dengan raja yang berwangsa Sanjaya dan kerajaan
Sriwijaya dengan raja berwangsa Syailendra( dinasti Warmadewa) terus berlanjut
sampai ke Bali.
2. 915M - 942M Shri Ugrasena
Setelah pemerintahan Sri Kesari Warmadewa
berakhir, tersebutlah seorang raja bernama Sri Ugrasena memerintah di
Bali. Walaupun Baginda raja tidak memepergunakan gelar Warmadewa sebagai gelar
keturunan, dapatlah dipastikan, bahwa baginda adalah putra Sri Kesari
Warmadewa. Hal itu tersebut di dalam prasasti-prasasti (antara lain Prasasti
Srokadan) yang dibuat pada waktu beliau memerintah yakni dari tahun 915 s/d
942, dengan pusat pemerintahan masih tetap di Singha-Mandawa yang terletak di
sekitar desa Besakih. Prasasti-Prasasti itu kini disimpan di Desa Babahan,
Sembiran, Pengotan, Batunya (dekat Danau Beratan), Dausa, Serai (Kintamani),
dan Desa Gobleg.
3. 943M - 961M Shri Tabanendra
Warmadewa
Baginda raja Sri Tabanendra Warmadewa yang
berkuasa di Bali adalah raja yang ke tiga dari keturunan Sri Kesari Warmadewa.
Baginda adalah putra Sri Ugrasena, yang mewarisi kerajaan Singhamandawa. Istri
Baginda berasal dari Jawa, adalah seorang putri dari Baginda Raja Mpu Sendok
yang menguasai Jawa Timur. Di dalam prasasti yang kini tersimpan di Desa
Manikliyu (Kintamani), selain menyebut nama Baginda Sri Tabanendra Warmadewa,
dicantumkan pula nama Baginda Putri. Beliau memerintah dari tahun 943 s/d 961.
4. 961M - 975M Shri Candrabhaya
Singha Warmadewa
5. 975M - 983M Shri Janasadhu Warmadewa
6. 983M - 989M Shri Maharaja Sriwijaya Mahadewi
7. 989M - 1011M Shri Udayana Warmadewa (Dharmodayana Warmadewa)- Gunaprya Dharmapatni
5. 975M - 983M Shri Janasadhu Warmadewa
6. 983M - 989M Shri Maharaja Sriwijaya Mahadewi
7. 989M - 1011M Shri Udayana Warmadewa (Dharmodayana Warmadewa)- Gunaprya Dharmapatni
Shri Udayana Warmadewa, menurunkan tiga
putra:
§
Airlangga
§
Marakata
§
Anak Wungsu
8. 1011M - 1022M Shri Adnyadewi
/ Dharmawangsa Wardhana
9. 1022M - 1025M Shri Dharmawangsa Wardhana Marakatapangkaja
10. 1049M - 1077M Anak Wungsu
11. 1079M - 1088M Shri Walaprabu
12. 1088M - 1098M Shri Sakalendukirana
13. 1115M - 1119M Shri Suradhipa
C. KEMUNDURAN
9. 1022M - 1025M Shri Dharmawangsa Wardhana Marakatapangkaja
10. 1049M - 1077M Anak Wungsu
11. 1079M - 1088M Shri Walaprabu
12. 1088M - 1098M Shri Sakalendukirana
13. 1115M - 1119M Shri Suradhipa
C. KEMUNDURAN
Kerajaan ini kurang memiliki banyak informasi tentang kemundurannya, namun diperkirakan kemunduran kerajaan ini dikarenakan munculnya kerajaan baru. Kerajaan Buleleng diperkirakan merupakan salah satu kerajaan yang menggantikan Kerajaan Dinasti Warmadewa. Kerajaan Buleleng sendiri berakhir seiring waktu pada tahun 1950 walaupun sempat 'diobok-obok' VOC.
D. PENINGGALAN
1. Prasasti Blanjong
Prasasti Blanjong menerangkan tentang
Kerajaan Medang dan Kerajaan Dinasti Warmadewa.
Isinya berbunyi : “Pada tahun 835 çaka
bulan phalguna, seorang raja yang mempunyai kekuasaan di seluruh penjuru dunia
beristana di keraton Sanghadwala, bernama Çri Kesari telah mengalahkan
musuh-musuhnya di Gurun dan di Swal. Inilah yang harus diketahui sampai
kemudian hari."
2. Pura
§
Pura Tirta Empul, di daerah
Tampaksiring Bali
§
Pura Penegil Dharma, di
Kubutambahan Buleleng